Untuk diskusi Yin Hua di PDS HB Jassin, 20 Januari 2007
TERUS TERANG: ASAL SAYA SUKA
Eka Budianta
Youjin adalah nama ajaib. Ketika mencarinya di search engine Yahoo, Google, atau Alta Vista, kita mendapat ribuan Youjin, baik perempuan maupun laki-laki. Ada professor, pedagang, dokter, peneliti, guru, pengarang, pensiunan dan remaja. Jadi sampai kapan pun kita akan selalu bertemu Youjin di berbagai penjuru dunia. Ada Youjin di London, Beijing, dan Florida. Ada ahli elektronik. Ada juga pedagang karpet dan perawat rumah sakit.
Youjin yang sedang kita bicarakan adalah seorang pengarang Singapura. Lebih dari pengarang, ia juga seorang lektor dan pengembara. Ia mengunjungi banyak negara dan menulis berbagai hal yang dilihatnya. Ada ginko, rayap, kumbang, lombok, kue apricot, kunci, cermin, payung, alat pemarut es, dan duri ikan.
Dengan singkat ia melukiskan onta yang ditutup matanya, disuruh berjalan berputar-putar untuk menarik gilingan minyak zaitun. Mengapa mata onta itu ditutup? Orang-orang Berber yang pempekerjakan onta berharap agar hewan piaraannya berkhayal telah berjalan jauh. Beribu-ribu kilometer, siang dan malam, ke berbagai penjuru bumi.
Tulisan pendek-pendek, tentang berbagai hal diseputar kita, tidak lebih dari 300 kata dalam bahasa Indonesia. Mirip cerpen mini, mirip puisi lirik, tapi disebut esei pendek. Ilmiah? Mungkin juga. Rasional tapi juga emosional. Artistik tapi juga praktis, fungsional. Biasa tapi juga istimewa.
Entah berapa lama ia menulis, tahu-tahu sudah menjadi 127 buku. Di Singapura 57 judul, selebihnya, yang 70 judul lagi terbit di Tiongkok dan Taiwan. Karena semua dalam bahasa Mandarin, maka beredar ke seluruh dunia. Prosa, catatan perjalanan, cerpen, kumpulan esei dan novel. Baru sekali ini muncul dalam bahasa Indonesia. Judulnya Air Ajaib yang Merana, hasil terjemahan Wilson Tjandinegara.
Setiap kali membaca buku terjemahan, kita merasa mendapat hal baru. Bisa teknik penulisan, tapi terutama isinya. Buku Youjin yang satu ini berisi seratus catatan kecil tentang bermacam perasaan dan pemikirannya. Seperti telah disinggung tadi, ada yang diberi judul gulai ikan pedas, bola kristak, penyanyi amatir, kue gepeng, timbangan, pelangi gurun pasir.
Sepintas lalu, tulisan ini seperti untaian mutiara kehidupan. Serangkaian renungan dan analisa padat, ringkas tentang emas batangan, bubur, ayam beku, sepatu kulit, dan rembulan yang sakit. Sepintas lalu semua orang dapat menulisnya karena mudah, sederhana, dan yang penting: saya suka.
Tetapi di sinilah sebetulnya terjadi tukar menukar budaya. Pembaca dan penulis saling memberi dan diberi bermacam informasi, kebajikan, kebijakan, dan mutiara kehidupan. Pembaca memberikan waktu, perhatian, dan toleransi untuk mengerti. Ada kalanya kalimatnya begitu tegas, tuntas, tanpa basa-basi. Seolah-olah Cuma rangkaian kata yang dikerahkan untuk membentuk pemahaman sendiri. Sedangkan penulis memberikan semua yang dikuasainya: ketrampilan, kecermatan, dan ketajaman pandangan hidupnya.
Itulah Than Youjin. Kita tidak perlu mencari persisnya di antara berjuta-juta Youjin atau Eugene (?) lain di dunia. Tetapi Youjin yang satu ini mirip seorang pemetik bunga. Ia berjalan, berlari, menari-nari sambil menebarkan bunga-bunga kata. Kumpulan “Air Ajaib yang Merana” hanya satu di antara berbagai buku karyanya. Satu episode di dalam upayanya menebarkan reportase budaya.
Pertanyaan yang muncul bagaimana menikmati dan menghargainya? Lebih mendasar lagi: apa manfaat tulisan-tulisan kecil ini? Apakah Youjin bisa menolong kita lebih memahami dunia? Di mana letak Singapura dalam cakrawala modern? Seberapa besar peran khasanah kebudayaan Tiongkok dalam membentuk perilaku dan cara berpikir masyarakat jaman ini?
Youjin melihat segala sesuatu dalam perpektif seorang Tionghoa, yang menjaga harmoni, memelihara kesehatan, menghormati leluhur beserta karya mereka. Ia menjunjung etos kerja keras dan memberikan apresiasi yang tinggi pada profesi tradisional. Tanpa bekerja, hidup kurang menarik, tulisnya. Tetapi ia juga mengakui, bahkan perempuan yang sangat terampil, menguasai segala seluk-beluk di dapur, kini telah menjadi sangat langka.
Youjin membawa kesadaran fundamental dalam kehidupan. Karyanya bisa menjadi klasik justru karena membahas hal-hal rememeh temeh sehari-hari. Bukan berkelahian, kekerasan, pertempuran, kenegaraan. Politik, militer, dan konflik memang bukan hal sehar-hari di Singapura. Negara kota yang aman, damai, dan makmur itu melahirkan Youjin yang seolah-olah bebas dan steril dari penderitaan.
Semua yang diproduknya terasa manis, mahal, menyenangkan. Seperti permen coklat yang dibumbui aneka rasa. Ada coklat kacang mede, coklat almond, coklat brazil, coklat kacang dan seterusnya. Karena itu kita merasa aman, kecuali bila ada coklat wishky satu dua di sana-sini. Bahkan kalau ada tema perselingkuhan dan perang, bukanlah dilukiskan dengan getir. Semua sudah diramu dengan baik, dibungkus indah dan manis.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia pun harus dicatat, tipikal untuk kelas menengah perkotaan. Ada banyak singkatan yang tidak dijelaskan lagi. Seolah-olah semua pembaca sudah tahu “pil” (pria idalam lain), “wil” (wanita idaman lain) dan “pujasera” (pusat jajan serba ada). Pelajaran tukar menukar kebudayaan ini berlangsung halus, tanpa berdarah-darah, tanpa benturan, apalagi pertarungan batin yang berarti.
Terus terang, pembaca tidak dibikin marah. Tidak dibikin jengkel. Tidak dibikin menangis apalagi geram sepanjang halaman. Semua baik-baik saja. Semua berlangsung lancar, seperti semboyan: asal saya suka.
Youjin adalah nama ajaib. Ia tidak memerlukan penjelasan tentang latar belakang cultural, politik, ekonomi, maupun relijiusitasnya. Ia sudah berhasil membungkus hidupnya dengan rapi dan manis. Tidak relevan mempertanyakan, mengapa saya tidak menangis bersama arwah kambing ketika melihat tuannya menjual air mata dan merendahkan martabatnya sendiri? Atau memang tidak perlu lagi kita mewaspadai dan ketakutan pada ancaman terorisme, avian influenza, rasisme, dan kriminalisme?
Kita telah diajak menjadi turis, wisatawan yang sabar dan penuh pengertian dalam mengelilingi dunia yang warna-warni. Inilah jasa Than Youjin sebagai seorang sastrawan yang lahir dan dibesarkan oleh sebuah negeri seindah dan semanis Singapura. Dalam perspektif sebagai wisatawan yang makmur ini pula, kita diajak melakukan pertukaran kebudayaan. A mutually happy and smooth cultural exchange! ***
|